Jokowi , Agama Pancasila Dan Politik makin merebak di Pilpres 2019


Jokowi, Pancasila dan Politik Identitas di Pilpres  2019Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin jelang Pilpres 2019 yang sempat dibela habis-habisan oleh kelompok masa islam 212
Jakarta 21/08/2018 -- Babak Reformasi telah melewati lembaran sejarah yang menghadirkan fenomena gerakan Islam kembali memengaruhi konstelasi politik Indonesia.

Aksi 212 pada 2 Desember 2016 jadi gambaran bagaimana kelompok Islam menunjukkan soliditas dalam menyuarakan kepentingan politik lewat mobilisasi massa. 
Ratusan ribu peserta aksi, adapula yang menyebut jutaan, turun ke jalan menolak kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Jakarta.

Presiden Joko Widodo secara mengejutkan merespons aksi akbar itu dengan berjalan kaki keluar Istana. Dia mendadak ikut salat Jumat bersama lautan massa yang 'memutihkan' kawasan Monas di bawah guyuran gerimis.

"Terima kasih kepada para seluruh jemaah yang hadir dengan tertib, sehingga semua bisa berjalan dengan baik dan damai," kata Jokowi

"Selamat kembali ke tempat asal masing-masing," ujarnya menyudahi kehadiran sebelum kembali berjalan masuk Istana. 

Pekik takbir seketika menggelegar bersahutan di jantung ibu kota, menenggelamkan bisikan desas-desus upaya terselebung penggulingan Jokowi bertunggang aksi.

Setelah Ahok divonis penjara karena kasus penodaan agama Mei 2017, Jokowi mengambil kebijakan untuk meredam apa yang disebut pemerintah sebagai gerakan radikal. 

Tim belakang layar Jokowi bergegas membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), 7 Juni 2017. Unit kerja di bawah binaan Megawati Soekarnoputri itu menunjuk Yudi Latif sebagai kepala pelaksana.

Sebulan kemudian Jokowi meneken Perppu Ormas yang mengatur kewenangan pemerintah membubarkan organisasi bertentangan dengan Pancasila, 10 Juli 2017. 

Dalam hitungan hari sejak itu, status izin badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dicabut pemerintah karena dianggap memperjuangkan konsep khilafah.


Demo penolakan PK Gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama
  

Pemerintahan Jokowi  membubarkan HTI dengan penuh resiko.Di sinilah UKP-PIP berperan. Unit kerja itu belakangan diangkat jadi setingkat kementerian. Sehingga mengubah nama menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) turut dikerahkan menyebar intelijen ke kampus-kampus. Cara ini mengingatkan kembali pada intervensi rezim Soeharto lewat kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus.

Genap setahun sejak pembentukan UKP-PIP, Yudi Latif memilih mundur dari BPIP karena alasan 'segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain'. Yudi merasa punya hal penting lainnya yang perlu mendapat perhatian.

Hariyono, pengganti Yudi di BPIP, menganggap memori generasi muda tentang Pancasila cenderung kosong karena tak ada lagi upaya yang mendorong pemahaman Pancasila bagi generasi setelah 1998.

Menurutnya pergolakan Orde Baru membuat sebagian masyarakat anti dengan Pancasila karena telah dijadikan sebagai alat melegitimasi kekuasaan.

Pendiri PKS sekaligus pemimpin DPR Fahri Hamzah menganggap ada  kekeliruan dalam pendekatan pemerintahan Jokowi terhadap kelompok Islam.

Fahri menganggap isu benturan ideologi Pancasila dengan kelompok Islam yang dianggap radikal adalah bentuk kegagalan komunikasi sejak awal kompromi tentang konsep kebangsaan dan bernegara.

Hasil survei tersebut mengungkap alasan menurunnya kalangan pro-Pancasila karena dilatari terutama oleh kesenjangan ekonomi yang semakin tinggi di masyarakat.

Fenomena itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi Presiden Jokowi pada pilpres 2019 yang akan datang. 

Terlepas dari perlakuan Jokowi terhadap kelompok Islam di Indonesia, dukungan politik untuk petahana saat ini terbilang solid. Enam partai besar yang menguasai hampir 65 persen suara nasional setuju merapatkan barisan dalam koalisi Pilpres 2019.

Komentar